info

SMP 17 SEMARANG SIAP MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TATAP MUKA

Rabu, 05 Juni 2024

Menakar Peran Guru Penggerak di Era Merdeka Belajar

 

Oleh. Tukijo

Euforia Merdeka belajar sudah terlanjur menggema di seluruuh Indonesia. Entah sudah berapa seri Merdeka belajar dibuat oleh Kementerian Pendidikan, kebudayaan, dan riset teknologi(Kemendikbudristek). Salah satu kebijakan teknisnya yaitu program peningkatkan kompetensi guru melalui guru penggerak(GP). Berdasarkan permendikbud  nomor 26 Tahun 2022 pasal 1 bahwa guru penggerak adalah guru yang memiliki sertifikat guru penggerak. Tujuan awal program guru penggerak sungguh luar biasa. Meski masih minim hasil riset di awal-awal penerapan program GP ini, tapi pemerintah begitu yakin dan optimis program ini akan berhasil dan berdampak.Tujuannya adalah mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada siswa dengan menciptakan kepemimpinan  pembelajaran  di kelas. Terkesan tergopoh-gopoh, implementasi program GP ini diakselerasi sehingga kegiatan ini diharapkan dapat mendongkrak kualitas pembelajaran bagi siswa. Ampuhkah guru penggerak meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas?

Program guru penggerak seakan menjadi program unggulan yang dapat mengatasi rendahnya kualitas kepemimpinan pembelajaran. Alih-alih meningkatkan kualitas pembelajaran, lulusan guru penggerak malah seakan keblinger dengan terus beranjak dari peran berikutnya. Secara konseptual guru penggerak diharapkan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan menggerakkan guru lain atau komunitas di sekolah. Kenyatannya, tak sedikit guru penggerak yang beralih dengan mengikuti seleksi menjadi pengajar praktik, kemudian fasilitator dan sebagainya.

Bukan hanya itu, tak sedikit pula yang menjadikan lulusan guru penggerak sebagai batu loncatan menjadi kepala sekolah atau pengawas. Di awal-awal program ini meluluskan guru penggerak, para lulusannya banyak yang langsung ditetapkan sebagai kepala sekolah atau pengawas. Apakah in tujuan akhir dari program guru penggerak?

Para calon guru penggerak sebelumnya melakukan pendaftaran, Ketika dinyatakan lolos mereka langsung mengikuti pelatihan selama 9 bulan dan pendampingan (coaching), maupun monitoring, dan lokakarya. Di awal program Angkatan 1, 2, 3, dan 4 lokakarya masih dilakukan di hotel-hotel. Namun di angakatan berikutnya lokakarya dilaksanakan di sekkolah-sekolah. Hal ini entah karena menyusutnya anggaran atau memang ada alasan lain.

Saat ini Angkatan GP sudah memasuki Angkatan ke-10. Tak sedikit calon GP yang berharap dapat lulus sehingga menyandang guru penggerak. Sebenarnya tak semua GP berorientasi menjadi kepala sekolah, ada juga yang ingin belajar dan meningkatkan kompetensi. Sebut saja para guru dari sekolah swasta yang tak kalah bagus kualitasnya. Setelah mereka lulus, apakah ada jaminan jenjang karir menjadi kepala sekolah?Karena mereka di sekolah swasta, maka kebijakan tersebut ada pada pimpinan yayasan. Berbeda dengan guru PNS yang memang digiring menjabat kepala sekolah, pengawas, atau jabatan lainnya.

Hindari Ekslusivitas

Tren guru penggerak tak dipungkiri membangun branding.Khususnya personal branding para lulusan guru penggerak. Mereka memiliki sertifikat guru penggerak dengan proses Panjang yang mereka lalui. Apalagi dengan iming-iming dapat diangkat sebagai kepala sekolah atau pengawas. Ini menjadi data tarik tersendiri bagi lulusan GP. Mereka makin percaya diri setelah dinyatakan lulus. Apalagi Ketika surat Keputusan sebagai kepala sekolah atau pengawas turun. Fakta ini menjadi paradigma baru bagi dunia Pendidikan. Saking bagusnya peluang lulusan GP, para guru berbondong-bondong mendaftar sebagai calon GP. Ada yang lulus dan ada yang tidak lulus.

Pendampingan dan coaching dilakukan oleh pengajar praktik termasuk pendampingan individu. Sampai aksi nyata dan panen karya guru penggerak. Ini menjadi fenomena baru di dunia Pendidikan kita. Perlu diingat tujuan mulia GP untuk meningkatkan pembelajaran dan membangun ekosistem pembelajaran yang berpihak pada siswa. Apakah hal tersebut menjamin perubahan paradigma pembelajaran ?

Program guru penggerak patut diakui pula sebagai terobosan. Hanya saja sebutan guru penggerak saja masih bias. Kompetensi diukur melalui kuantitas waktu selama 9 bulan dengan memaksimalkan LMS dan sesekali luring. Apakah hal tersebut juga sebagai jaminan bahwa Pendidikan guru penggerak akan berhasil?Guru-guru yang diproses selama 9 bulan tersebut didampingi oleh para pengajar praktik(PP), dan fasilitator tentu menjadi bagian dari proses yang ada. Hanya saja, apakah kualitas bisa diukur secara cermat untuk pembentukan kualitas lulusan GP?

Disadari maupun tidak, di dunia Pendidikan saat ini muncul kecemburuan di antara para guru. Ada yang merasa ekslusiv dan naik kasta saat lulus menjadi GP. Mereka merasa lebih dan berkualitas dalam pembelajaran. Kasta yang terbentuk menjadikan mereka merasa lebih berkelas dari pada guru yang bukan GP. Hanya saja kalau kita tengok, proses pendidikan guru penggerak, selain menyita waktu guru juga menyita waktu pembelajaran. Para calon guru penggerak harus melakukan praktik aksi nyata. Kelas seakan hanya menjadi role model saja. Bahkan tak jarang guru rela meninggalkan jam pembelajaran, untuk mengikuti proses pendampingan individu atau ruang kolaborasi Bersama pengajar praktik ataub fasilitator.

Nah, kondisi tersebut tentu harus menjadi catatan penting pemangku kebijakan. Perlu ada Langkah konkret, pertama perbaiki system rekrutmen calon GP. Kalau tujuannya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran maka hindari iming-iming jabatan saja, tapi fokuskan guru lulusan GP untuk berbagi, menggerakan, dan melakukan inovasi di kelasnya. Pasalnya setelah GP menjadi kepala sekolah, maka predikat guru penggerak logikanya berubah. Kedua perlu monitoring dan evaluasi terpadu bagi guru lulusan GP. Mereka yang lulus jangan langsung diangkat jadi kepala sekolah atau pengawas. Berikan mereka waktu 1 sampai2 tahun untuk aksi nyata sesungguhnya. Hasil evaluasi ini bisa menjadi pertimbangan jabatan bagi pejabat yang berwenang. Ketiga perlu penelitian yang terpercaya pihak independen. Apakah luaran GP benar-benar sudah mampu meningkatkan dan memperbaiki pembelajaran berpusat pada kebutuhan siswa sesuai amanat kurikulum Merdeka?Tentu ini akan menjadi tolok ukur yang kredibel dan menjadi pedoman dalam mengelola program besar guru penggerak.  Akhirnya, guru penggerak benar-benar akan menjadi panglima perubahan paradigma Pendidikan seiring semangat kurikulum Merdeka, jika ketiga langkah tersebut dilakukan.

 

Menakar Peran Guru Penggerak di Era Merdeka Belajar

  Oleh. Tukijo Euforia Merdeka belajar sudah terlanjur menggema di seluruuh Indonesia. Entah sudah berapa seri Merdeka belajar dibuat oleh K...